Senin, 18 Januari 2016

ISD BAB 10 : PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

Prasangka Diskriminasi Dan Etnosentrisme
  1.Perbedaan perasangka dan diskriminasi
   Sikap yang negatif terhadap sesuatu, disebut prasangka. walaupn dapat kita garis bahawi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian negatif. tidak sedikit orang-orang yang mudah prasangka. namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar untuk berprasangka. mengapa terjadi perbedaan cukup mencolok? tampaknya kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.
  Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya ebrtindak diskriminasi terhadap ras yang di prasangkainya. walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminastif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berprilaku tidak diskriminatif.

  2.Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
   Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi antara lain disebabkan oleh faktor sebagai berikut :
1. Berlatar belakang sejarah.
2. Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio - kultural dan situasional.
3. Bersumber dari Faktor Kepribadian.
4. Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.

3. Daya upaya untuk mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi
Adapun beberapa upaya untuk mengurangi atau menghilangkan prasangka diskriminasi adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
2. Perluasan Kesempatan belajar.
3. Sikap terbuka dan Sikap lapang.

   4.Etnosentrisme
Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertinngkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut.

     Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah satu sesuatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. segala sesuatu yang berbeda sengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecendrungan yang mengangggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan sendiri sebagai suatuyang prima, terbaik, mutlak, dan di pergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakan dnegan kebudayaan lain.

Senin, 11 Januari 2016

ISD BAB 9 : AGAMA DAN MASYARAKAT

AGAMA DAN MASYARAKAT
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu  pengaruh dari cita-cita agama dan etika kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas,dan mencakup kebiasaan dan Cara semua unsur  asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan. Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normatif atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan berbeda-beda, kadang Kala kepentingannya dapat tercermin atau tidak sama sekali.




 FUNGSI AGAMA
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.

Masyarakat-masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempun yai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas, sering Kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Watak masyarakat sekular, menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama.

Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajara “kerja” dalam pengertian teologis.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tida tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1945).
A. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah salam. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak.
2. Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan.
B. Masyarakat Praindustri yang sedang Berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Dilain pihak, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat istiadat, dan terkadang merupakan suatu sistem tingkah laku tandingan terhadap sistem yang telah disahkan. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian kaitan agama dengan masyarkat.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus semula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi keagamaan yang terlembaga. Muhamadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang penting, dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar.
Dari contoh sosial, lembaga keagamaan berkembang sebagi pola ibadah, pola ide-ide, kententuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat) dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agalam adalah akibat adanya “Perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangai perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dsb. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.




Senin, 16 November 2015

ISD: Bab 8 ILMU PENGETAHUAN,TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN





ILMU  PENGETAHUAN,TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN
"Ilmu  Pengetahuan"  lazim digunakan  dalam pengertian   sehari-hari,  terdiri dari dua kata,"ilmu" dan  "pengetahuan",  yang  masing-masing mempunyai identitas    sendiri-sendiri Keperluan   sekarang   adalah  pengetahuan  ilmiah  yang harus  ditingkatkan karena pengetahuan, perbuatan,  ilmu,  dan etika makin  saling bertautan. Berulang kali harus diambil keputusan  dalam  menerapkan  secara   praktis pengetahuan  ilmiah.  Teknologi   dalam  penerapannya sebagai  jalur  utama  yang  dapat menyongsong  masa   depan   cerah, kepercayaannya  sudah mendalam. Sikap demikian   adalah  wajar,  asalkan  tetap  dalam konteks  penglihatan   yang  rasional. Sebab  teknologi, selain mempermudah      kehidupan manusia, mempunyai dampak  sosial  yang  sering  lebih penting artinya  daripada   kehebatan   teknologi itu  sendiri.
Pertama, sifat kemanusiaan berontak terhadap pola-pola politik, organisasi,    dan   teknologi yang tidak berperikemanusiaan, yang  teras a menyesakan    napas  dan  melemahkan    badan Kedua,    lingkungan     hidup    menderita     dan   menunjukkan      tanda-tanda setengah  binasa.  Ketiga,  penggunaan   sumber  daya  yang  tidak  dapat  dipulihkan, seperti  bahan  bakar,  fosil,  sedemikian   rupa  sehingga   akan  terjadi  kekurangan sumber  daya  alam  tersebut.  Oleh  karena  itu dipertanyakan,    bagaimana   peranan teknologi     dalam    usaha    mengatasi     kemiskinan     dan   membatasi     alternatif pemecahan    masalah   serta  mempengaruhi     hasilnya.
Kemiskinan    merupakan    tema   sentral   dari   perjuangan    bangsa,   sebagai perjuangan   yang  akan  memperoleh  kemerdekaan  bangsa  dan  motivasi funda-mental dari  cita-cita   menciptakan    masyarakat   adil  dan  makmur IImu  pengetahuan, teknologi, dan  kemiskinan    merupakan    bagian-bagian yang    tidak    dapat  dibebaskan dan   dipisahkan  dari  suatu  sistem yang berinteraksi, interelasi, interdependensi, dan ramifikasi  (percabangannya). Dengan  demikian wajarlah apabila menghadapi masalah   yang kompleks ini, memerlukan studi mendalam dan analisis    interdisipliner kalau tidak mau mencampuradukkan unsur-unsu sintesis  dengan sintesisnya  sendiri

1.   ILMU PENGETAHUAN
Di kalangan ilmuwan ada keseragaman  pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis,  empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana  karena  bermacam-macam  pandangan  dan teori  (epistemologi),  di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi.
2.   TEKNOLOGI
Dalam  konsep  yang  pragmatis   dengan  kemungkinan   berlaku   secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi  sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung  pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkutcara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal,  tenaga kerja dan keterampilan  dikombinasikan  untuk merealisasi tujuan produksi. “Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis,  tetapi secara luas juga  meliputi teknologi  sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani.” (Eugene  Staley,  1970).
Teknologi  memperlihatkan  fenomenanya  dalam masyarakat  sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “The Tech• nological Society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun arti atau maksudnya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas motode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan  tingkat  perkembangan)  dalam  setiap bidang  akti.vitas manusia. Batasan ini bukan bentuk teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing• masing dan ob=ervasi fakta dari  apa yang disebut  manusia  modern di&ugan perlengkapan  tekniknya.  Jadi  teknik  menurut  Ellul  adalah  berbagai  usaha, metode dan earn untuk memperoleh basil yang sudah distandardisasi dan diperhitungkan  sebelumnya.
Fenomena  teknik  pada masyarakat  kini,  menurut  Sastrapratedja  ( 1980) memiliki  ciri-ciri  sebagai berikut :
1.Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan  dengan perhitungan  rasional
2.Artifisialitas, artinya selalu   membuat   sesuatu   yang   buatan   tidak alamiah.
3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksankaan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
4.Teknis   berkembang    pada   suatu  kebudayaan
5.Monisme,    artinya   semua   teknik   bersatu,    saling   berinteraksi    dan  saling bergantung.
6.Universalisme,     artinya   teknik   melampaui    batas-batas    kebudayaan     dan ediologi,   bahkan   dapat   menguasai   kebudayaan.
7.Otonomi,   artinya   teknik   berkembang    menurut   prinsip-prinsip     sendiri.

3.   ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan  masalah  nilai, moral atau segi-segi  manusiawinya.  Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya  itu sendiri, dalam menentukan  pilihan  antara  orientasi  produksi  dengan  motif  ekonomi  yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang  harus  dibayar  lebih mahal.
Ilmu   dapatlah    dipandang    sebagai   produk,   sebagai   proses,   dan  sebagai paradigma   etika  (Jujun  S. Suriasumantri,    1984 ).  Ilmu dipandang   sebagai  proses karena   ilmu  merupakan    hasil  darikegiatan    sosial,   yang  berusaha   memahami alam,  manusia   dan  perilakunya    baik  secara   individu   atau  kelompok.
Apa   yang   dihasilkan   oleh   ilmu   pengetahuan      seperti    sekarang     ini, merupakan   hasil  penalaran   (rasio)  secara  objektif.   Ilmu  sebagai  produk  artinya ilmu  diperoleh   dari  hasil  metode   keilmuwan    yang  diakui   secara   umum   dan universal   sifatnya.    Oleh  karena   itu  ilmu  dapat  diuji  kebenarannya,    sehingga tidak  mustahil   suatu  teori  yang  sudah  mapan   suatu  saat  dapat  ditumbangkan oleh  teori   lain.  Ilmu   sebagai   ilmu,    karena   ilmu   selain   universal,    komunal, juga   alat   menyakinkan     sekaligus    dapat   skeptis,    tidak   begitu    saja   mudah menerima   kebenaran.
Ilmu pengetahuan   pada dasarnya  memiliki  tiga komponen  penyangga  tubuh pengetahuan    yang  disusunnya   yaitu:   ontologis,   epistemologis    dan  aksiologis. Epistemologis    seperti  diuraikan   di muka,  hanyalah   merupakan   cara  bagaimana materi     pengetahuan      diperoleh      dan    disusun       menjadi       tubuh     pengetahuan. Ontologis   dapat   diartikan     haklikat    apa  yang   dikaji    oleh    pengetahuan,      sehingga jelas    ruang     lingkup     wujud    yang   menjadi     objek    penelaahannya.      Atau   dengan kata  lain  ontologis     merupakan     objek   formal    dari   suatu   pengetahuan.       Komponen Aksiologis     adalah     asas   menggunakan     ilmu   pengetahuan      atau   fungsi    dari   ilmu pengetahuan.      Ketiga   komponen     ontologis,     epistemologis       dan  aksiologis      tersebut erat   kaitannya    dengan     nilai    atau   nilai    moral.



4.   KEMISKINAN
Kemiskinan  lazimnya  dilukiskan  sebagai  kurangnya  pendapatan  untuk memenuhi    kebutuhan    hidup   yang   pokok.   dikatakan    berada   di  bawah   garis kemiskinan   apabila  pendapatan   tidak  cukup  untuk  memenuhi   kebutuhan   hidup yang  paling  pokok  seperti   pangan,  pakaian,   tempat  berteduh,   dll.
Kemiskinan    merupakan    tema   sentral   dari    perjuangan    bangsa,    sebagai inspirasi   dasar  dan  perjuangan    akan  kemerdekaan    bangsa,   dan  motivasi   fun• damental   dari  cita-cita   menciptakan    masyarakat    adil  dan  makmur.
Garis   kemiskinan,    yang   menentukan    batas    minimum    pendapatan    yang diperlukan   untuk  memenuhi   kebutuhan   pokok,   bisa  dipengaruhi    oleh  tiga  hal:
1.persepsi    manusia   terhadap    kebutuhan    pokok   yang   diperlukan,
2. posisi  manusia   dalam  lingkungan   sekitar,  dan
3. kebutuhan   objektif   manusia untuk   bisa  hidup    secara   manusiawi
Persepsi  manusia  terhadap  kebutuhan   pokok  yang  diperlukan   di pengaruhi oleh  tingkat   pendidikan,    adat-istiadat,   dan  sistem   nilai  yang  dimiliki.   Dalam hal  ini  garis  kemiskinan    dapat  tinggi   atau  rendah.   Terhadap    posisi    manusia dalam   lingkungan    sosial,  bukan  ukuran   kebutuhan    pokok  yang  menentukan
Atas dasar  ukuran  ini maka  mereka  yang  hidup  di bawah  garis  kemiskinan memiliki   ciri-ciri   sebagai   berikut   :
1.tidak  memiliki  faktor  produksi   sendiri  seperti   tanah,  modal,  keterampilan, dsb.
2.tidak   memiliki   kemungkinan    untuk  memperoleh   asset  produksi  dengan kekuatan   sendiri.   seperti    untuk   memperoleh  tanah   garapan   atau  modal usaha:
3.tingkat   pendidikan  mereka   rendah,   tidak   sampai    tamat   sekolah  dasar karena   harus   membantu   orang    tua  mencari   tambahan  penghasilan
4.kebanyakan   tinggal    di  desa   sebagai    pekerja     bebas   self   employed), berusaha  apa  saja;
5.banyuk    yang    hidup    di   kota   berusia     muda,    dan   tidak    mempunyai keterampilan
Kemiskinan   menurut  orang  lapangan  (umum)  dapat  dikategorikan   kedalam tiga unsur:
(1)  kemiskinan   yang  disebabkan   handicap  badaniah  ataupun  mental seseorang,
(2)   kemiskinan   yang   disebabkan     oleh   bencana  alam,   dan
(3) kemiskinan    buatan.   Yang  relevan   dalam   hal  ini  adalah   kemiskinan  buatan, buatan  manusia terhadap manusia  pula yang disebut  dengan  kemiskinan struktural.ltulah    kemiskinan   yang timbul  oleh dan dari struktur-struktur (buatan manusia),   baik  struktur   ekonomi,  politik,   sosial,   maupun   kultur Kemiskinan   buatan  ini,  selain  ditimbulkan oleh  struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur, jgua dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang   kemiskinan   sebagai    nasib,    malahan   sebagai    takdir    Tuhan.
Kemiskinan     menjadi    suatu    kebudayaan     (culture    of  provierty)     atau   suatu subkultur,    yang   mempunyai    struktur   dan   way   of  life   yang   telah   menjadi turun-ternurun     melalui   jalur   keluarga.    Kemiskinan    (yang   membudaya)     itu disebabkan     oleh   dan   selama   proses   perubahan    sosial   secara   fundamental, seperti   transisi   dari   feodalisme    ke  kapitalisme,     perubahan    teknologi    yang cepat,  kolonialisme,   dsb. Obatnya  tidak  lain adalah  revolusi  yang  sama  radikal dan  meluasnya.
Pola  relasi   dari  struktur   ini, yang  urgen  adalah  struktur   dalam  soal  sosial• ekonomi   meskipun    struktur   lainnya   mcnentukan.    Pola  relasi   dalam   struktur sosial  ekonomi   ini  dapat   diuraikan   sebagai    berikut   :
1.Pola  relasi   antara  manusia   (subjek)   dengan    sumber-sumber     kemakmuran ekonomi   seperti   alat-alat   produksi,   fasilitas-fasilitas      negara,   perbankan, dan  kekayaan    sosial.    Apakah   ini  dimiliki,   disewa,    bagi-hasil,    gampang atau  sulit  bagi  atau  oleh  subjek   tersebut.
2.Pola   relasi   antara  subjek   dengan  hasil  produksi.    Ini menyangkut    masalah distribusi    basil,   apakah   memperoleh    apa  yang  diperlukan      sesuai   dengan kelayakan    derajat   hidup    manusiawi.
3.Pola  relasi   antara  subjek  atau kornponen-komponen     sosial-ekonomi    dalam keseluruhan    mata  rantai   kegiatan   dengan   bantuan   sistem   produksi
Dalam   hal    iniadalah    mekanisme    pasar,    bagaimana     posisi    dan  peranan manusia    sebagai   subjek   dalam    berfungsinya    mekanisme    tersebut.
Secara   analog   dapat  ditentukan   pola-pola   relasi   dalam  bidang   ekonomi. Kesemuanya     merupakan    substruktur    atau  subsistem   dari  struktur   dan  sistem kemasyarakatan     yang  berlaku   yangm   endasari   masalah-masalah     kemiskinan. Dengan      demikian      kemiskinan       berkaitan     langsung      dengan      sistem kemasyarakatan     secara   menyeluruh,    dan  bukan  hanya  masalah   ekonomi   atau politik   atau   sosial-budaya.     Maka   penanganannya     hams   berlangsung    secara komprehensif,   dengan  suatu  strategi  yang  mengandung   kaitan-kaitan   dari semua aspek    dan   perikehidupan     manusiawi.       Bisa    dimulai   dengan     resep    ekonomi, kemudian    ditunjang    oleh    tindakan    sosial     dan    politis     yang    nyata,     dengan intervensi     pemerintah   dan  kesadaran     manusia  miskin    itu  sendiri,   tidak   bersikap nerima dan   tidak   bersikap   neglect    atau   tidak    mau   tahu   tentang     kemiskinan
Kalau   kita   menganut   teori   fungsionalis     dari   statifikasi     (tokohnya   Davis), maka    kemiskinanpun     memiliki    sejumlah     fungsi    yaitu
1.Fungsi ekonomi : penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu
2.Fungsi    sosial  : menimbulkan    altruisme   (kebaikan   spontan)    dan   perasaan, sumber    imajinasi   kesulitan     hidup   bagi si  kaya,    sebagai    ukuran    kemajuan bagi    kelas     lain    dan   merangsang       munculnya    badan    amal
3.Fungsi    kultural :       sumber     inspirasi       kebijaksanaan      teknokrat    dan   sumber inspirasi       sastrawan      dan    memperkaya     budaya     saling      mengayomi     antar sesama     manusia.
4.Fungsi politik : berfungsi sebagai kelompok gelisah atau  masyarakat marginal untuk musuh      bersaing bagi kelompok lain.


Senin, 09 November 2015

ISD : BAB 7 MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN

1. Masyarakat Perkotaan dan Aspek- Aspek Positif dan Negatif
                                                                                          
A.      Pengertian Masyarakat
Menurut salah satu peneliti mengatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telaha cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga   mereka  ini  dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang  dirinya  dalam  satu kesatuan  sosial dengan batas-batas tertentu (R. Linton ).
B.      Masyarakat Pekotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community.Pengertian masyarakat  kota lebih ditekankan  pada sifat-sifat  kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perhatian  khusus masyarakat kota  tidak  terbatas  pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan  dan peru mahan. tetapi  rnempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang  penggunaan  kebutuhan   hidup,artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya.

C.      Perbedaan Desa dan Kota

Ada   beberapa    ciri   yang   dapat   dipergunakan     sebagai    petunjuk    untuk membedakan   antara  desa dan kota. Ciri tersebut antara lain :

   1)      jumlah   dan  kepadatan   penduduk
   2)      lingkungan    hidup
   3)      mata  pencaharian
   4)      corak   kehidupan    sosial
   5)      stratifikasi    sosial
   6)      mobilitas   sosial
   7)      pola  interaksi   sosial
   8)      solidaritas    sosial  dan
   9)      kedudukan    dalam   hierarki   sistem   administrasi    nasional
   10)   mata pencaharian




      2.      Hubungan Desa dan Kota

        Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama  sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya  terdapat hubungan  yang erat, bersifat   ketergantungan,  karena  di antara  mereka   saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur­ mayur, daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis­ jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek­ proyek  perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
                                                                                                             
     Sebaliknya, kota menghasilkan  barang-barang  yang juga diperlukan oleh orang desaseperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah,obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga  yang  melayani  bidang­ bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montir­-montir dll.

     

3.      Aspek Positif dan Negatif

Perkembangan  kota  merupakan  manifestasi  dari pola kehidupan  sosial, ekonomi,  kebudayaan  dan politik.  Kesemuanya  ini akan dicerminkan  dalam komponen-komponen  yang membentukstruktur kota tersebut. lumlah dan kualitas  komponen  suatu kota sangat ditentukan  oleh tingkatperkembangan dan pertumbuhan kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan,  terdapat mengandung  5 unsur yang meliputi  :

·         Wisma  : Unsur  ini  merupakan  bagian  ruang  kota  yang  dipergunakan untuktempat berlindung terhadap alam sekelilingnya,  serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan   sosial  dalam  keluarga.  Unsur  wisma ini mengharapkan  :

1)      Dapat  mengembangkan   daerah  peru mahan  penduduk  yang  sesuai pertambahan  kebutuhan  penduduk  untuk masa mendatang;

2)      Memperbaiki  keadaan  lingkungan  perumahan  yang  telah  ada  agar dapat mencapai standar mutu kehidupan yang layak, dan memberikan nilai-nilai  lingkungan  yang aman dan menyenangkan.

·  Karya:     Unsur   ini  merupakan    syarat   yang   utama   bagi   eksistensi    suatu kota,  karena  unsur  ini merupakan  jaminan   bagi  kehidupan   bermasyarakat.Penyediaan lapangan   kerja  bagi  suatu  kota  dapat  dilakukan   dengan   cara menyediakan ruang;   misalnya   bagi  kegiatan   perindustrian,    perdagangan, pelabuhan,    terminal   serta  kegiatan-kegiatan     kerja   lainnya.
·  Marga:      Unsur   ini  merupakan    ruang   perkotaan    yang   berfungsi    untuk menyelenggarakan       hubungan   antara  suatu  tempat  dengan   tempat  lainnya di dalam  kota  (hubungan   internal),   serta  hubungan   an tara  kota  itu dengan kota-kota   atau  daerah   lainnya   (hubungan   eksternal).
· Suka:      Unsur    ini   merupakan     bagian    dari   ruang    perkantoran      untuk memenuhi   kebutuhan   penduduk   akan  fasilitas-fasilitas     hiburan,   rekreasi, pertamanan,     kebudayaan    dan  kesenian.
·  Penyempurnaan:       Unsur   ini  merupakan    bagian   yang  penting   bagi  suatu kota,  tetapi  belum  secara  tepat  tercakup   ke dalam  ke empat  unsur  di atas, termasuk   fasilitas   keagamaan,    pekuburan    kota,  fasilitas   pendidikan    dan kesehatan,   jaringan    utilitas   umum.

Kota secara internal  pada hakikatnya  merupakan  satu organisme,  yakni kesatuan  integral  daritiga  komponen,  meliputi  "Penduduk,  kegiatan  usaha dan wadah" ruang fisiknya. Ketiganya saling berkait, pengaruh-mempengaruhi, oleh karenanya  suatu pengembangan  yang tidak seimbang antaraketiganya, akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif
Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi esternal, yakni seberapa jauh  fungsi  dan  peran kota  tersebut  dalam  kerangka  wilayah  dan  daerah­ daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baikdalam skala regional maupun nasional.

4.      Masyarakat Pedesaan

A.      Pengertian Desa/ Pedesaan

Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan  sendiri. Masyarakat  pedesaan  ditandai  dengan  pemilikan  ikatan  perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga.  Memiliki ciri – ciri sebagai berikut: 1)      Mempunyai  pergaulan  hidup yang  saling kenai mengenal  antara ribuan jiwa.
2)      Ada pertalian perasaan yang sarna tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
3)      Cara berusaha (ekonomi)  adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris  adalah bersifat  sambilan.
4)      di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih  mendalam  dan  erat  bila  dibandingkan   dengan  masyarakat pedesaan  lainnya   di  luar  batas-batas    wilayahnya.
    5)      Sistem   kehidupan    umumnya    berkelompok     dengan   dasar   kekeluargaan
(Gemeinschaft    at au  paguyuban).  6)      Sebagian     besar    warga    masyarakat      pedesaan     hidup    dari   pertanian. Pekerjaan-             pekerjaan yang  bukan  pertanian   merupakan   pekerjaan   sambilan (part  time)  yang               biasanya   sebagai   pengisi   waktu   luang.
7)      Masyarakat    tersebut   homogen,   seperti  dalam  hal  mata  pencarian,  agama, adat-istiadat dan sebagainya.

B.      Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat  In­donesia lebih dari  80%  tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris.Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis  yaitu  masyarakat  yang adem ayem,  sehingga  oleh  orang  kota dianggap   sebagai   tempat untuk melepaskan   lelah  dari  segala  kesibukan, keramaian  dan keruwetan  atau kekusutan pikir.



C.      Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Para ahli disinyalir bahwa di kalangan petani pedesaan ada suatu era berfikir dan mentalitas  yang hidup dan bersifat  religio-magis. Sistem   nilai budaya   petani   Indonesia   antara   lain  sebagai   berikut   :
1)  Para petani di Indonesia terutama di lawan pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya     itu  sebagai sesuatu  hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi   itu tidak  berarti  bahwa  ia harus menghindari  hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau  dengan bertapa, bahkan   sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik­ baiknya  dengan   penuh   usaha  atau  ikhtiar.
 2)  Mereka  beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang­ - kadang        untuk  mencapai kedudukannya
3) Mereka  berorientasi pada masa ini (sekarang),  kurang  memperdulikan masa depan, mereka kurang  mampu untuk itu. Bahkan  kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan  masa lampau (menanti) datangnya   kembali   sang  ratu  adil yang  membawa   kekayaan   bagi  mereka).
4)  Mereka  menganggap  alam tidak  menakutkan  bila  ada  bencana  alam  atau bencanalain   itu hanya merupakan sesuatu  yang harus  wajib  diterima kurang  adanya  agar peristiwa -peristiwa    macam  itu tidak  berulang  kembali. Mereka  cukup  saja dengan  menyesuaikan   diri dengan  alam,  kurang  adanya usaha   untuk  menguasainya.
5)      Dan   untuk   menghadapi    alam   mereka   cukup   dengan   hidup   bergotong­ royong,   mereka  sadar  bahwa  dalam  hidup  itu pada  hakikatnya   tergantung kepada   sesamanya.

D.      Unsur – Unsur Desa

Daerah,  dalam  arti tanah-tanah  yang  produktif  dan  yang tidak,  beserta penggunaannya,  termasuk juga  unsur lokasi,  luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis  setempat. Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran  dan mata pencaharian  penduduk  desa setempat. Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut  seluk-beluk kehidupan  masyarakat  desa (rural society). Ketiga  unsur desa  ini tidak  lepas  satu sama lain, artinya  tidak  berdiri sendiri,  melainkan  merupakan  satu kesatuan Unsur daerah,  penduduk  dan tata kehidupan  merupakan  suatu kesatuan hidup atau Living unit.

E.       Fungsi Desa

Pertama,  dalam hubungannya  dengan kota, maka desa yang merupakan hinterland atau daerah  dukung berfungsi  sebagai  suatu daerah  pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain  seperti kacang,  kedelai,  buah-buahan,  dan  bahan  makanan  lain  yang berasal dari hewan.
Kedua,  desa  ditinjau   dari  sudut  potensi   ekonomi   berfungsi   sebagai lumbung  bahan  mentah  (raw material)  dan tenaga  kerja  (man power)  yang tidak kecilartinya.
 Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur,  desa industri,  desa nelayan,  dan sebagainya.

5.       Urbanisasi dan Urbanisme

Proses  urbansiasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat, hal mana tergantung   daripada  keadaan masyarakat yang  bersangkutan. Proses  tersebut terjadi  dengan  menyangkut   dua  aspek,  yaitu   :

  -perubahannya     masyarakat    desa  menjadi   masyarakat    kota
  -bertambahnya   penduduk  kota yang  disebabkan   oleh mengalirnya   penduduk yang  berasal  dari  desa-desa   (pada  umumnya   disebabkan   karena  penduduk desa  merasa   tertarik   oleh  keadaan   di  kota). Proses urbanisasi   boleh dikatakan terjadi  diseluruh dunia,baik  pada negara-negara  yang  sudah  maju  industrinya   maupun  yang  secara  relatif  belum memiliki  industri. Bahwa  urbanisasi  mempunyai  akibat-akibat  yang  negatif terutama dirasakan   oleh negara yang  agraris   seperti  Indonesia ini. Hal  ini terutama   disebabkan   karena  pada  umumnya   produksi   pertanian   sangat  rendah apabila    dibandingkan     dengan   jumlah    manusia    yang   dipergunakan     dalam produksi   tersebut   dan  boleh   dikatakan    bahwa   faktor   kebanyakan    penduduk dalam  suatu  daerah  over-population  merupakan   gejala  yang  umum  di negara agraris   yang  secara   ekonomis   masih   terbelakang.

6.       Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

    Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam 
          Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit mengontrol kenyataan alam yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya. Tentu akan berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya bebas dari realitas alam, Misalnya dalam bercocok tanah harus pada waktunya, sehingga ada kecenderungan nerima. Padahal mata pencaharian juga menentukan relasi dan reaksi sosial.

  Pekerjaan atau mata pencarian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencarian daerah pedesaan adalah bertani. Tetapi mata pencarian berdagang (bidang ekonomi) pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang non pertanian. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk tujuan hidupnya lebih luas lagi.
      Ukuran komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Bergantung kepada tipe usaha taninya, tanah yang cukup luasnya sanggup menampung usaha tani dan usaha ternak sesuai dengan kemampuannya. Oleb sebab itu komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan.

Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dart kota itu sendiri. Contohnya dalam perubahan-perubahan permukiman, dari penghuni satu keluarga (individual family) menjadi pembangunan multi keluarga dengan flat dan apartemen seperti yang terjadi di kota.
         

Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaandalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat. Dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, dalam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen. Hal ini Karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kola menarik orang-orangdari berbagai kelompok etnis untuk berk umpul di kola.

         Difrensiasi sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kola berindikasi pentingnya derajat yang tinggididalam diferensiasi sosial. Fasilitas kota, hat-hal yang berguna, pendidikan, rekreasi, agama, bisnis,dan fasilitas perumahan (tempat tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian pekerjaan,dan adanya saling membutuhkan serta sating tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan
         Pelapisan sosial
Klas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti piramida sosial, yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada di antara kedua tingkat kelas eksterm dari masyarakat.
      
 Mobilitas sosial
  Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya mobiltias teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota sendiri.

         Interaksi sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya waupun kuantitasnya

      

   Pengawasan sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat Karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen.
         Pola kepemimpinan
Aktivitas kerja sama antara sejumlah besar warga masyarakat desa dalam menyelesaikan sesuatu proyek tertentu bagi kepentingan umum, menjadi bersifat dipaksakan seperti padat karya. Sifat gotong-royong tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang dapat mengerjakannya, dan merupakan gejala sosial yang universal. Inilah yang dikatakan jiwa kebudayaan. Jiwa musyawarah nampak dalam masyarakat Indonesia Artinya, keputusan suatu rapat seolah-olah merupakan pendirian suatu badan, di mana pihak mayoritas dan minoritas saling mengurangi pendirian masing-masing, dekat-mendekati, sehingga barns ada kekuatan atau tokoh yang mendorong proses pencocokkan dengan dimensi kekuasaan mulai dari persuasi sampai paksaan
         Standar kehidupan
Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi, fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat
         Kesetiakawanan sosial
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Dasarnya justru ketidaksamaan dan perbendaan pembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi, tidak bersifat pribadi, dan macam-macam perjanjian serta hubungannya lebih bersifat formal. Pada masyarakat pedesaan ada istilah sambat. Dalam bahasa Sunda nyambet artinya minta tolong. Dalam istilah umum.bahasa Indonesia adalah gotong-royong. Aktivitas ini terlihat dalam menyiapkan pesta atau upacara membangun rumah, perkawinan, khitanan, atau kematian. Sifatnya lebih otomatis menjaga nama baik keluarga
         Nilai dan sistem nilai
Nilai dan sistem nilai di desa dengan di kola berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, Cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga masih berperan. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat dalam bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses mencapai dewasanya manusia, selalui diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan bisa baca-tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat subsistem tradisional, kurang berorientasi pada ekonomi.